Nama BOSOWA mungkin sudah tidak
asing lagi di telinga kita. Ketika mendengar nama BOSOWA boleh jadi
teman-teman serentak mengatakan itu nama salah satu pabrik semen, nama salah
satu Taksi di Makassar atau salah satu nama perusahaan terbesar di Indonesia
Timur. Semuanya benar. Tapi BOSOWA adalah merupakan akronim tiga nama daerah
Bugis yakni BONE, SOPPENG dan WAJO yang telah berabad-abad menjalin
persaudaraan pada masa kerajaan.
Dalam
catatan lontaraq Bugis dijelaskan bahwa pada masa Bone dibawah pemerintahan La
Tenrirawe Bongkangnge (1544-1574) beberapa kali mengalami bencana perang yang
didalangi oleh pihak Gowa dan Luwu. Walaupun Bone selama itu selalu unggul ,
namun dapat dimaklumi bahwa Bone menderita kerugian harta benda dan sumber daya
manusia (SDM) serta kehidupan social
budaya.
Untuk
memperkuat kedudukan Bone sebagai suatu kerajaan yang tangguh, La Tenri Rawe
menjalin hubungan kerja sama dengan Arung Matowa Wajo yang bernama To Uddamang.
Begitu juga dengan Datu Soppeng yang bernama Lamappaleppe PollipuE Datu Soppeng.
Maka diadakanlah pertemuan di Cenrana untuk memperkuat hubungan antara Bone,
Soppeng dan Wajo.
Adapun
kesepakatan yang diambil di Cenrana adalah ketiganya akan mengadakan pertemuan
lanjutan di Timurung Bone Utara tahun 1572 M. Setelah sampai pada waktu yang
telah ditentukan, maka berkumpullah orang Bone, orang Soppeng dan orang Wajo di
suatu tempat yang bernama Bunne Timurung sekarang di desa Allamungeng Patue. Upacara
pembentukan Triaple Alliance tersebut dihadiri oleh delegasi-delegasi dari tiga
Kerajaan :
1. Bone, yaitu : “La Tenrirawe Bongkangnge,
Kajao Laliddong dan pembesar-pembesar kerajaan Bone lainnya”.
2. Soppeng, yaitu : “La Mappaleppe Pong Lipue,
Datu Soppeng, Arung Bila, Arung Pangepae, dan Arung Paddanrengnge dan
pembesar-pembesar kerajaan Soppeng lainnya”.
3. Wajo, yaitu: La Mungkace Touddamang Arung Matowa, Pillae, Cakkuridie, Pattolae, dan pembesar-pembesar kerajaan Wajo lainnya.
Situs Perjanjian Tellumpoccoe
Ketiganya
mengucapkan ikrar :
1.
Malilu sipakainge’, Rebba
sipatokkong, Siappidapireng riperi nyameng.
2.
Tessibaiccukeng, Tessiccinnaiyyang
ulaweng matasa, Pattola malampe, Waramparang maega pada mellebbang ri saliweng
temmallebbang ri laleng.
3.
Teppettu-pettu siranreng sama-samapi
mappettu, Tennawa –nawa tomate jancitta, Tennalariang anging ri saliweng bitara, Natajeng tencajie, Iya teya ripakainge’ iya riduai, Mau maruttung langie, Mawoto paratiwie, Temmalukka akkulu adangetta, Natettongi dewata seuwae.
4.
Sirekkokeng tedong mawatang, Sirettoang panni, Sipolowang poppa, Silasekeng tedong siteppekeng tanru tedong.
5.
Tessiottong waramparang, Tessipalattu ana parakeana.
Isi Perjanjian Tellumpoccoe Dalam Bahasa Bugis (Lontaraq)
Artinya:
1.
Memperingati
bagi mereka yang tidak mentaati kesepakatan, saling mengakkan jika ada yang
tersungkur dan saling membantu dalam suka duka.
2.
Tidak
akan saling mengecilkan peran, tidak akan saling menginginkan perebutan takhta
dan penggantian putera mahkota dan tidak saling mencampuri urusan dalam negeri.
3.
Tidak
akan putus satu-satu melainkan semua harus putus, perjanjian ini tidak akan
batal kerena kita mati dan tidak akan lenyap karena dihanyutkan angin keluar
langit, mustahil terjadi. Siapa yang tidak mau diperingati dialah yang harus
diserang kita berdua. Walaupun langit runtuh dan bumi terbang. Perjanjian ini
tidak akan batal dan disaksikan oleh Tuhan Yang Maha Esa (Dewata Seuwae).
4.
Saling
menundukkan kerbau yang kuat, saling mematahkan paha, saling mengebirikan
kerbau. Artinya mereka akan saling memberikan bantuan militer untuk menundukkan
musuh yang kuat.
5.
Tidak
akan saling berebutan harta benda dan berlaku bagi generasi penerus.
Isi Perjanjian Tellumpoccoe Dalam Bahasa Indonesia
Inilah
catatan yang menjelaskan TellumpoccoE (Bone – Soppeng – Wajo) yang terkandung
dalam perjanjian yang diadakan oleh La Tenri Rawe BongkangE (Bone), La
Mappaleppe (Soppeng) dan To Uddamang (Wajo).
Pertemuan
tiga kerajaan yang lebih dikenal dengan nama Pertemuan TellumpoccoE tersebut
diadakan di Timurung di suatu kampung kecil yang bernama Bunne. Dalam pertemuan
tersebut sebelum mereka mallamung patu
(menenggelamkan batu) sebagai tanda sahnya perjanjian terjadi sebuah percakapan
antara La Tenrirawe Bongkangnge Arungpone, La Mungkace Arung Matowa Wajo dan La
Mappaleppe Datu Soppeng.
Arung
Matowa Wajo bertanya kepada Arumpone :
”Bagaimana mungkin Arumpone, untuk
kita hubungkan tanah kita bertiga, sementara Wajo adalah kekuasaan Gowa. Kemudian
kita tahu bahwa antara Bone dengan Gowa juga memiliki hubungan yang kuat ?”.
Arumpone
menjawab :
”Itu pertanyaan yang bagus Arung
Matowa. Tetapi yang menjalin hubungan disini adalah Bone, Soppeng dan Wajo.
Selanjutnya Bone menjalin hubungan dengan Gowa. Kalau Gowa masih mau menguasai
Wajo, maka kita bertiga melawannya”.
Pernyataan
Arumpone tersebut diiyakan oleh Arung Matowa Wajo. Berkata pula La Mappaleppe
PollipuE Datu Soppeng :
”Bagus sekali pendapatmu Arumpone,
tanah kita bertiga bersaudara. Tetapi saya minta agar tanah Soppeng adalah
pusaka tanah Bone dan Wajo. Sebab yang namanya bersaudara, berarti sejajar”.
Arumpone
menjawab :
”Bagaimana pendapatmu Arung Matowa,
sebab menurutku apa yang dikatakan oleh Lamappaleppe PollipuE Datu Soppeng adalah
benar ?”.
Arung
Matowa Wajo menjawab:
”Saya kira tanah kita bertiga akan
rusak apabila ada yang namanya – sipoana’ (ada yang menganggap dirinya tua dan
ada yang muda).”
Berkata
lagi Arumpone:
”Saya setuju dengan itu, tetapi
tidak apalah saya berikan kepada Soppeng
Gowa-gowa dan sekitarnya untuk penambah daki, agar tanah kita bertiga tetap
bersaudara”.
Berkata
pula Arung Matowa Wajo:
”Bagus pendapatmu Arumpone, saya
juga akan memberikan Soppeng penambah
daki yaitu Baringeng, Lompulle dan sekitarnya”. Maka mulai pada saat itu wilayah
gowa-gowa (kec. Lilirilau), Baringeng dan Lompulle telah menjadi daerah
kekuasaan Kerajaan Soppeng.
Datu
Soppeng dan Tau TongengE berkata:
”Terima kasih atas maksud baikmu
itu, karena tanah kita bertiga telah bersaudara, tidak saling menjerumuskan
kepada hal yang tidak dikehendaki, kita bekerja sama dalam hal yang kita sama
kehendaki”.
Berkata
Arumpone dan Arung Matowa Wajo:
”Kita bertiga telah sepakat, maka
baiklah kita bertiga meneggelamkan batu, disaksikan oleh Dewata SeuwaE, siapa
yang mengingkari perjanjiannya dialah yang ditindis oleh batu itu”.
Berkatalah Arung MatowaE ri Wajo kepada Kajao Laliddong sebagai orang
pintarnya Bone :
”Janganlah dulu menanam itu batu,
Kajao! Sebab saya masih ada yang akan kukatakan bahwa persaudaraan TellumpoccoE
tidak akan saling menjatuhkan, tidak saling berupaya kepada hal-hal yang buruk,
janganlah kita mengingkari perjanjian, siapa yang tidak mau diingatkan, dialah
yang kita serang bersama (diduai), dia yang kita tundukkan”.
Pernyataan
Arung MatowaE tersebut disetujui oleh Arumpone dan Datu Soppeng. Setelah itu barulah
ketiganya mellamumpatu
(menenggelamkan batu) sebagai tanda
sahnya perjanjian yang disaksikan oleh Dewata Seuwae.
Tiga Batu Yang Ditancapkan Oleh Masing2 Perwakilan Raja BOSOWA
Dan
mulai sejak itulah istilah “Mallamungeng
Patue ri Timurung” dikenal dengan persekutuan tiga kerajaan besar
Tellumpoccoe atau yang lebih dikenal sekarang dengan nama “BOSOWA”.
Bersama Kawan Mengunjungi Situs Tellumpoccoe
di Desa Allamungeng Patue Kec. Ajangale (Bone Utara)
Semoga
postingan ini memberikan banyak manfaat kepada para pembaca. Memberikan
pengetahuan kepada generasi muda tentang betapa besarnya nilai-nilai kearifan
local yang diwariskan oleh pendahulu kita. Sejarah memang masa lalu tapi dengan
Sejarah kalian akan tahu JATI DIRI kalian yang sebenarnya. Salam Wija
Lasantumpugi, Wassalam !!!
Sumber
Refrensi :
1. Sultan,
A. Kasim. 2002. Aru Palakka Dalam
Perjuangan Kemerdekaan Kerajaan Bone. Cetakan pertama. Makassar: CV.
Walanae.
2.
Lontaraq Akkarungeng ri Bone.